Jumat, Oktober 19, 2012

Mempersiapkan Diri Bila Suami “Pergi” (2)

Bagaimana jika setelah “kepergian” suami, satu-satunya alternatif adalah kerja di luar rumah? Apalagi Anda pun merasa mempunyai kemampuan yang bisa dikembangkan tapi di luar rumah.
 
Kita semua yakin bahwa Allah menguji hamba-Nya sesuai kadar kemampuannya. Ada sebagian para wanita yang dianugerahi banyak kemampuan dan kreativitas, sehingga cenderung lebih mandiri. Artinya, tanpa ke luar rumah pun tetap bisa mengaktualisasikan diri, bahkan mencari tambahan penghasilan.
 
Namun banyak di antara para istri yang potensinya perlu disinergikan dengan yang lain, yang mau tidak mau membuatnya harus ke luar rumah. Atau lebih dari itu, ada sebagian di antara kaum wanita yang keterampilan dan keilmuannya dibutuhkan oleh umat. Akibatnya, walaupun ingin fokus di rumah, ternyata masyarakat menuntutnya untuk keluar rumah. Dan insya Allah, ini pun aktivitas yang mulia.
 
Di rumah atau di luar rumah, yang jelas para wanita harus tetap memahami tugas pokoknya, termasuk tuntunan-tuntunan syar’i yang mengatur aktivitas kaum wanita ketika di luar rumah. Dengan demikian tidak akan menimbulkan fitnah dan kemudharatan.
 
Selebihnya, para Muslimah tetaplah memiliki kewajiban untuk selalu membuat dirinya lebih baik. Dan boleh jadi, ujian-ujian ini adalah dalam rangka menaikkan kualitas diri dan derajat keimanan. Karena seseorang belum dikatakan beriman, kalau belum diuji.
 
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah ini amat dekat.” (Al-Baqarah: 214)
 
Nah, persiapkan diri apabila Allah menguji dengan “perginya” suami, entah nanti, esok, atau esoknya lagi.
 
Tulisan ini angap saja sumbangan simpati kepada para istri/ibu yang “merelakan” suaminya “pergi”. Belum banyak yang dapat kami lakukan untuk membantu. Semoga keberadaan kita sebagai istri/ibu, dan anak-anak kita, tidak menjadi fitnah dan penghalang bagi perjuangan kaum laki-laki beriman. Semoga keberadaan kita dapat mendukung para laki-laki beriman itu untuk menjemput kemuliaan syahid. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar